Negeri Jungkir Balik Part 1

Perkembangan teknologi saat ini semakin maju, tentu akan lebih memudahkan kita umat manusia dalam melakukan suatu pekerjaan. Namun setali tiga uang dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, dampak negatif yang ditimbulkan juga tidak kalah hebatnya dengan manfaatnya. Jika dulu untuk berkomunikasi manusia menggunakan burung merpati misalnya untuk berkirim-kirim surat, kemudian menggunakan telegram, dan pos. Namun sekarang hanya dengan modal jempol saja, dan dengan kecepatan kilat kita bisa mengirim surat maupun mengobrol dengan sanak saudara, kerabat, teman ataupun relasi yang keberadaannya jauh dari tempat dimana kita berada.

Dengan perkembangan teknologi informasi ini juga sangat memudahkan kita untuk mendapatkan sebuah informasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Jika dulu kita ingin membaca berita kita harus memberli surat kabar atau majalah, namun saat ini koran dan majalah tidak hanya tersedia dalam bentuk cetak, pun sudah tersedia dalam bentuk elektronik. Yang tentu saja tidak perlu repot-repot menunggu tukang koran pagi-pagi, atau membeli di lampu merah. Hanya dengan modal jempol, berita apa saja yang kita inginkan bisa dengan mudah kita dapatkan.

Di era globalisasi saat ini pertukaran budaya baik secara langsung maupun tidak langsung, secara legal maupun ilegal begitu mudah. Semua manusia yang mempunyai koneksi internet di komputer, laptop, tablet ataupun smartphone-nya bisa dengan mudah mengakses berbagai situs dari seluruh belahan bumi. Mirisnya, tidak semua orang indonesia menyadari akan dampak yang ditimbulkan akibat globalisasi.

Disamping dampak positif, tentu saja ada dampak negatif yang membuntuti globalisasi. Seperti misalnya persaingan perdagangan, dimana saat ini sedang berlangsung perdagangan bebas Asia. Untuk ekspor tentu akan sangat menguntungkan, namun untuk impor ini akan mencekik pelaku-pelaku usaha dalam negeri secara perlahan namun pasti. Pada kenyataannya saat ini banyak sekali toko-toko yang menjual berbagai barang impor, seperti pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain yang harganya relatif lebih murah dan kualitasnya lebih bagus jika dibandingkan dengan  produk dalam negeri yang relatif lebih mahal dan kualitasnya masih standar. Tentu saja ini PR bagi kita sebagai generasi muda, yang menjadi harapan bangsa. Yang akan menggantikan kakek-nenek, ayah-ibu, paman-bibi kita di kemudian hari untuk membangun negeri.

Namun sangat disayangkan generasi muda saat ini banyak yang terlena dengan megahnya dunia dan nikmatnya surga dunia. Tidak sedikit anak muda yang terjerumus ke dalam lembah setan. Pergaulan bebas dan narkoba adalah salah satu arah pelarian mereka. Sedihnya lagi Indonesia menjadi sasaran utama para gembong narkoba jaringan internasional. Mungkin karena hukum di negeri ini bisa dibeli, atau memang hukumnya yang kurang tegas, atau memang karena si gembong narkobannya sudah kebal hukum? Entahlah, hanya Allah yang tahu.

Globalisasi ini pengaruhnya sangat kuat, apalagi di kalangan remaja dan anak-anak. Mereka masih labil, belum mampu menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mereka mudah sekali untuk meniru karena memang usia mereka tergolong usia yang rawan. Jika ilmu pengetahuan tidak diiringi dengan ilmu agama, maka akan berbahaya bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Lucunya sekarang ini media sangat berperan dalam mengintimidasi masyarakat, apalagi di kalangan remaja dan anak-anak. Jika di era 90-an lagu anak-anak saat itu masih sangat populer, dan semua anak-anak menyanyikan lagu anak-anak sesuai dengan usia dan kapasitas mereka. Sekarang ini kebanyakan anak-anak lebih suka mendengarkan lagu-lagu dewasa, dibandingkan mendengarkan lagu anak-anak. Mending kalau lagu-lagu dewasa yang ada saat ini liriknya syarat makna, at least enak untuk didengarkan dan kata-katanya pun sopan tidak vulgar. Tapi, demi mendulang popularitas, lirik asbun alias asal bunyi pun jadi, yang penting terkenal. Vulgar atau tidak siapa peduli, yang penting happy, begitulah semboyannya. Dan tentu saja bisa meraup keuntungan dan menghasilkan pundi-pundi rupiah yang melimpah.

Kemudian tontonan yang disuguhkan oleh media televisi juga disesuaikan dengan rentang usia mereka dan selalu dibubuhi dengan unsur-unsur edukasi. Berbanding terbalik dengan sekarang ini, media televisi sepertinya tidak lagi memikirkan kebaikan generasi muda bangsa ini. Yang mereka pikirkan hanyalah keuntungan, keuntungan, dan keuntungan.

Tontonan yang ada di layar televisi saat ini tidak semuanya bisa dijadikan tuntunan karena ada beberapa tontonan yang menurut saya malah menyesatkan. Sekarang ini menurut saya, acara-acara televisi yang mendidik semakin langka. Ditambah lagi sinetron-sinetron ala-ala remaja alay, yang dibumbui dengan kisah cinta ala remaja seperti di negeri dongeng. Yang ceritanya tidak jauh-jauh dari si miskin jatuh cinta dengan si kaya, atau sebaliknya. Atau si kaya mem-bully si miskin. Ada juga yang hobinya ikutan geng motor, balapan liar, berkelahi demi memperebutkan cewek atau yang cewek rebutan cowok. Tontonan apa itu? Kok ya lulus sensor dan ditayangin. Belum lagi jam tayangnya itu di jam-jam rawan anak-anak remaja untuk belajar.

Dan yang membuat saya heran adalah orang tua mereka pun malah ikut menonton, yang secara tidak langsung berarti para orang tua pun meng-iya-kan atau bahkan menyetujui tayangan seperti itu menjadi tontonan anak-anaknya. Yang lebih parahnya lagi ada yang sampai larut dalam alur cerita, seolah mereka berada di dalam cerita tersebut, sampai sangat menghayati dan hafal betul ceritanya. Dan ketika diminta untuk menceritakan kembali tentu saja mereka sangat hafal, mulai dari episode satu sampai episode selanjutnya. Hahaha... lucu ya. Menurutku tidak, justru ini menyedihkan.

Negeri ini semakin carut marut saja, masalah demi masalah seperti tak pernah usai dan tak henti-hentinya menerpa. Masalah ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain-lain sepertinya memang sudah lumrah dihadapi oleh setiap negara di berbagai penjuru dunia. Saya teringat kata-kata seorang insinyur, saya lupa namanya siapa. Beliau merupakan dosen di Fakultas Teknik di Universitas Muhammadiyah Palembang, tempatku menempuh pendidikan tingkat tinggi. Pada saat acara seminar yang diadakah oleh PC IMM UM Palembang, saya mendapatkan kesempatan untuk bertanya. Temanya waktu itu apa saya lupa, dan saya bertanya kepada beliau, “Pak, menurut Anda lebih baik perekonomian Indonesia ini turun atau akhlak pemudanya yang turun?” Dan jawaban beliau adalah “lebih baik perekonomian yang turun, karena jika akhlak pemudanya turun maka akan sangat sulit untuk diperbaiki. Jika perekonomian turun tetapi pemudanya berakhlak, ia pasti akan mampu memperbaiki itu. Karena pemuda yang berakhlak, itu juga aset negara.” So, jangan sampai di Indonesia ini terjadi kelangkaan stok pemuda yang berakhlak.

Negeri jungkir balik, ya kenyataannya memang negeriku ini seperti sedang jungkir balik. Banyak sekali hal-hal yang membuatku menjadi bosan menjadi bagian dari negeri ini, ingin rasanya aku berimigrasi ke negeri lain. Tapi, lagi-lagi rumput sendiri lebih enak dari rumput tetangga, walaupun rumput tetangga lebih hijau dari rumput kita sendiri. Saya lahir di negera yang kini usianya sudah 72 tahun, saya makan dari hasil buminya, saya minum airnya, bagaimana saya bisa berpaling? Tetapi tidak menutup kemungkinan jika suatu hari nanti saya mendapat tawaran untuk bekerja atau melanjutkan studi ke luar negeri, akan saya terima bukan berarti pindah kewarganegaraan ya.

Sebagai seorang pemuda kita bisa berkontribusi dengan banyak cara, walaupun misalnya kita tidak tinggal di Indonesia. Toh, banyak juga orang Indonesia yang sekolah di luar negeri, yang kerja di luar negeri, dan bahkan yang menetap di luar negeri pun bisa berkontribusi untuk Indonesia tentunya dengan cara mereka sendiri. Dengan mengharumkan Indonesia dan bangsa di Indonesia di mata dunia. Bisa di bidang seni budaya, bidang kuliner, pendidikan dan masih banyak lagi. Ikut berkontribusi untuk negara tidak harus ikut berperang seperti zaman penjajahan atau zaman perjuangan kemerdekaan seperti dulu. Kita bisa berkontribusi dengan cara kita sendiri, kita mulai dari hal yang paling sepele, misalnya saja dengan tidak membuang sampah sembarangan, menempuh pendidikan setinggi-tingginya dan mengamalkan ilmunya, belajar dengan rajin, menebarkan kebaikan terhadap sesama, dan juga tidak ikut-ikutan dalam pergaulan bebas (narkoba, seks bebas, dll).

JJJJJ 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyesel Kuliah, Salah Jurusan?

Negeri Jungkir Balik Part 2

My Thoughts About Marriage