Nyesel Kuliah, Salah Jurusan?
Menyesal, salah ambil
jurusan. Sempat terlintas, bahkan nyaris sering pikiran itu hinggap di benakku
dan menghanttuiku sepanjang waktu. Entah itu pagi, siang, bahkan malam pun aku
susah tidur karena memikirkan kalimat itu. Apakah ini hanyalah godaan atau
memang seperti inilah kehidupan sesungguhnya? I don’t know!
Penyesalan. Kata ini selalu datang belakangan. Ya, memang begitu
kenyataannya. Takkan ada penyesalan di awal, yang ada hanyalah kegalauan.
Penyesalan sebenarnya bukan hanya muncul belakangan, tetapi juga sering muncul
di pertengahan. Apa sebenarnya tujuan si penyesalan ini? Bahkan tidak sedikit
orang yang putus asa karenanya. Tapi banyak juga orang yang bangkit karenanya.
Usiaku kini menginjak 22 tahun, aku seorang sarjana. Lulusan
universitas swasta di kotaku. Aku menyelesaikan kuliah tepat waktu, sesuai
target yaitu 3,5 tahun. IPK-ku pun lumayan dan tidak bisa dikatakan kecil. Aku
wisuda April 2017. Masih fresh graduate ya.
Hah, anak muda memang senang bermimpi dan berkhayal. Sama seperti
aku dan anak-anak muda lain tentunya. Bohong kalau kalian tak suka bermimpi dan
berkhayal. Tapi ini dunia nyata bukan negeri dongeng. Kisahnya pun tak semanis
kisah negeri dongeng. Badai pasti berlalu. Hujan akan reda. Pelangi akan
datang. Dan semua akan indah pada waktunya. Begitulah nasehat dari banyak orang
yang menyayangiku. Ada benarnya juga, kalau kita masih memiliki iman dalam
diri.
Setelah wisuda harapanku adalah aku bisa mendapatkan pekerjaan
yang layak dan sesuai dengan kompetensiku. Tapi itu hanyalah harapan semata.
Kenyataan tak seperti angan-angan. Beberapa bulan setelah wisuda aku masih
menjadi pengangguran, yang setiap hari menghabiskan waktuku di depan laptop
atau sekedar membaca buku atau juga bermain gadget.
Malu. Sudah pasti ada rasa malu. Kepada semua orang, keluarga,
teman, tetangga dan semua orang yang mengenalku. Perkataan demi perkataan
kudengarkan. Ada yang positif ada pula yang negatif. Rasanya telingaku ini
panas mendengarnya. Semoga aku tetap sabar dan kuat, itulah do’aku.
Selama kuliah aku tinggal di kontrakan bersama dua orang temanku.
Satunya sekampus dan sejurusan denganku, sedangkan yang satunya lagi berbeda
kampus. Temanku yang sekampus ini mungkin lebih beruntung nasibnya dari aku.
Setelah wisuda ia mendapat tawaran untuk bekerja di kantor kakak sepupunya.
Sedangkan aku masih luntang-lantung nggak jelas. Dan temanku yang satunya lagi
masih disibukkan dengan skripsinya.
Mengganggur setelah wisuda bukanlah hal baru bagi para fresh
graduate. Yah, maklum mencari kerja bukanlah hal yang mudah. Bukan karena
sedikitnya lowongan kerja yang tersedia, jumlahnya banyak tapi jumlah pencari
kerjanya juga banyak, atau kita tidak masuk kualifikasi yang diminta
perusahaan. Apalagi sekarang ini setiap perguruan tinggi dalam setahunnya
meluluskan ribuan sarjana baru, belum lagi sekolah tinggi, akademi dan
lain-lain. Sarjana sekarang ini bukan lagi menjadi sesuatu yang langka seperti
era 90-an dulu.
Dulu untuk menjadi PNS bukanlah hal yang sulit, lulusan sekolah
rakyat atau setara sekolah dasar pun bisa menjadi PNS. Bukan orang yang mencari
pekerjaan, justru pekerjaanlah yang mencari orang. Hah, dunia semakin tua,
zaman berubah, hidup semakin keras. Itulah hidup, ada pahit dan ada manis.
Pahitnya kehidupan mengajarkan kita bahwa hidup tak selamanya manis, dan untuk
mengingatkan bahwa kita harus bersyukur atas apapun yang telah Allah berikan
untuk kita. Agar kita menjadi orang yang kuat dan bijak dalam menyikapi
kehidupan. Pahitnya hidup mengingatkan kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah
sementara. Dunia ini hanyalah ladang akhirat. Manisnya hidup mengajarkan kita
akan betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, dan mengingatkan kita
bahwa dalam kesulitan pasti ada kemudahan.
Well, sepertinya bukan hanya
aku yang menjadi pengangguran setelah wisuda. Banyak juga yang senasib
denganku. Kalau aku mungkin masih hitungan bulan menganggur, dan ternyata ada
juga yang sudah beberapa tahun menganggur. Apa sebabnya i don’t know.
Setiap orang punya alasan tersendiri. Orang lain mungkin hanya bisa berkomentar
ini dan itu mengenai seseorang. Mereka punya hak untuk berbicara, berargumen
tapi mereka tidak mempunyai hak untuk menghina ataupun menyalahkan orang lain.
Setiap orang punya hak dan kewajibannya masing-masing.
Beberapa bulan menganggur pasca wisuda membuatku berpikir, dan
mencari cara untuk melepaskan stigma pengangguran pada diriku. Melamar kerja
kesana-kemari, ke perusahaan ini, perusahaan itu dan hasilnya masih nihil. Aku
masih menjadi pengangguran.
Kadang aku berpikir bahwa aku telah salah salah mengambil jurusan,
dan menyesal telah kuliah di jurusan yang aku ambil. Yang dibutuhkan di pasar
lapangan kerja bukan sarjana seperti aku, tapi sarjana A, B, C dan sebagainya.
Tapi, alangkah egoisnya aku jika aku masih saja berpikiran seperti itu. Itu
sama saja aku tidak percaya dengan Allah, padahal janji Allah itu pasti. Aku
harusnya bersyukur bisa kuliah, dan lulus menjadi sarjana, bukan menyesali.
Walau mungkin jurusan yang aku ambil bukanlah jurusan yang aku impikan sedari
SMA. Impianku dulu aku ingin menjadi sarjana teknik kimia bukan sarjana ekonomi
syariah seperti sekarang ini.
Menjadi sarjana ekonomi syariah bukanlah pilihanku sepenuh hati,
karena orang tuaku melarangku untuk menjadi sarjana teknik kimia jadi aku tak
punya banyak pilihan. Aku disuruh memilih antara tetap dengan pilihanku
jurusan teknik kimia tapi orang tuaku tidak mau membiayai kuliahku, atau
memilih jurusan lain selain tekhnik dan orang tuaku mau membiayai kuliahku. Hah,
kejamnya orang tuaku. Aku sempat berontak, menolak dan tetap gigih
mempertahankan kemauanku. Tetapi apalah dayaku, aku hanyalah seorang anak yang
wajib patuh terhadap kedua orang tuanya.
Tanpa berpikir panjang kuputuskan untuk kuliah dan menjatuhkan pilihanku
pada jurusan ekonomi syariah. Yang tak pernah kupikirkan sebelumnya untuk
belajar ilmu ekonomi. Aku sudah empat kali gagal masuk PTN, dan wajar saja aku
tak lulus ternyata orang tuaku tak merestui jurusan teknik kimia yang aku
pilih. Nyesel? Pernah nyesel dan sempat ingin kembali mengikuti tes masuk PTN
dan masih dengan jurusan yang sama. Tapi, lagi-lagi aku tak boleh egois. Tidak
sedikit uang yang dikeluarkan orang tuaku untuk biaya kuliah. Aku juga sempat
merasa aku telah salah mengambil jurusan, ini bukan minatku, bukan keinginanku.
Tetapi, Allah lebih tau apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
“...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah (2) : 216)
Dan semua kegundahan, kegalauanku, kecemasanku selama ini terjawab
oleh salah satu ayat dalam surat Al-Baqarah ini. “...Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,...” ya, mungkin aku
dulu membenci pelajaran ekonomi dan mendapatkan nilai yang jelek. Tetapi
menurut Allah itulah yang terbaik, dan aku kuliah di jurusan ekonomi
syariah. “...dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu....” Sedari SMA aku sangat menyukai pelajaran kimia,
dan nilai kimiaku lumayan. Itulah sebabnya aku ingin kuliah di jurusan teknik
kimia. Dan lagi-lagi menurut Allah ini bukan yang terbaik, jadi Allah
memilihkan jalan lain. karena “...Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” Selalu ada hikmah di setiap peristiwa apapun. Everything
happens for a reason. Itulah yang membuatku yakin sampai saat ini, meski
aku masih jadi pengangguran. Dan setan tak pernah henti-hentinya mencoba
menyesatkan manusia. Dan seringkali perasaan menyesal telah kuliah di jurusan
yang salah.
Manusia boleh berencana tapi Allah yang memutuskan, layak atau
tidak layak rencana tersebut. Baik atau buruk rencana tersebut bagi hamba-Nya.
Rezeki bukan hanya sekedar materi, tetapi banyak hal lain yang lebih berharga
dari materi. Teman yang baik, itu juga rezeki. Kesehatan, iman itu juga rezeki.
Hidayah itu juga rezeki, karena siapa yang mendapatkannya itu berarti Allah
menyayanginya. Dan hidayah tidak Allah berikan ke sembarangan orang. Hanya
orang-orang tertentu yang Allah pilih. Tidak semua orang bisa mendapatkannya.
Banyak hal yang tidak pernah aku alami sebelumnya, bahkan
memikirkannya pun tidak pernah, kini aku alami. Manusia mengalami beberapa fase
dalam kehidupan, sama seperti kupu-kupu yang berawal dari ulat telur, kemudian
menjadi ulat yang jelek dan menjijikan, kemudian berubah menjadi kepompong, dan
selanjutnya berubah menjadi kupu-kupu yang indah. Sejatinya hidup adalah
proses, proses mencari kemudian mempelajari dan selanjutnya mempraktikannya.
Allah itu sangat romantis. Bagaimana tidak, Allah banyak
memberikan kejutan dalam setiap fase hidup hamba-Nya. Banyak sekali hal-hal
yang tak terduga yang aku alami selama aku kuliah di jurusan ekonomi syariah,
hal-hal yang membuatku berubah dari kehidupanku sebelumnya. Hal-hal yang
membuatku belajar untuk membenahi diri dari waktu ke waktu. Yang belum tentu
akan aku dapatkan jika aku kuliah di jurusan teknik, walaupun tidak menutup
kemungkinan bisa.
Lalu, masih menyesal? Tidak, justru aku bersyukur, bahkan sangat-sangat
bersyukur. Allah memberiku teman-teman yang baik, yang senantiasa mengingatkan
akan kebaikan. Dari mereka aku belajar akan apa itu arti hidup sesungguhnya.
Aku belajar bagaimana menjalani hidup dengan benar dan seimbang. Dan aku
belajar banyak hal positif lain dari mereka. Thank you soo much, you
made me better. And I love you guys!
Setelah melamar kerja kesana-kemari tak ada satupun yang
menerimaku, akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku ke jenjang
selanjutnya. Dan alhamdulillah orang tuaku setuju dengan keputusanku, bahkan
sangat mendukungku. Singkat cerita aku diterima, dan jadi mahasiswa baru lagi
di kampus baru, di kota baru, orang-orang baru, juga kehidupan baru. Merantau
lebih jauh lagi, bukan lagi berbeda kabupaten/kota, tapi beda provinsi bahkan
beda pulau. Ya, dari pulau Sumatera ke pulau Jawa.
Menjadi seorang perantau tidaklah sulit bagiku, karena sebelumnya
aku sudah pernah menjadi anak rantau juga. Hanya ada sedikit kendala yang tak
seberapa, seperti masalah budaya juga makanannya. Budaya orang Sumatera tentu
berbeda dengan orang Jawa. Walaupun aku sendiri merupakan keturunan orang Jawa,
kedua orang tuaku adalah orang Jawa. Tapi, aku lahir dan besar di sumatera jadi
lebih dominan budaya sumateranya. Karena lingkungan yang membentuk karakter
kita seperti apa, bukan karena kita keturunan orang apa, orang mana.
Awal-awal kuliah aku juga tidak ingin hanya menjadi mahasiswa
kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang). Mencoba melamar kerja kesana-kemari,
dan lagi-lagi hasilnya masih nihil. Masih belum ada satu pun lamaran kerjaku
yang diterima. Aku berusahaa untuk tetap positive thinking, dan
menjalani hari-hari dengan normal. Ditolak sekali, cobal lagi. Ditolak lagi,
coba terus. Dan begitulah seterusnya. Step by step aku ikuti,
aku lewati. Tes tahap I, tahap II, dan tahap-tahap berikutnya aku ikuti. Sampai
akhirnya, aku diterima kerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di
bidang farmasi.
Seneng? Banget dong. Tapi dengan sangat menyesal aku pun harus
merelakan pekerjaan itu. Ekspektasi itu tidak selalu sesuai dengan kenyataan.
Begitulah hidup, kenyataan tak seindah mimpi. Kita tidak boleh terus-menerus
bermimpi, kita harus bangun untuk mewujudkan mimpi. Tak banyak memang
perusahaan yang memberikan kompensasi pada karyawannya yang masih kuliah.
Itulah dengan terpaksa aku harus menolak pekerjaan di perusahaan farmasi itu.
Pihak perusahaan tidak memberikan izin untuk kuliah, dan dengan berat hati aku
harus melepas tawaran pekerjaan tersebut, karena prioritasku adalah pendidikanku.
Untunglah orang tuaku tidak terlalu menuntut aku untuk kuliah
sambil bekerja, jikalau memang belum dapat kerja ya fokus kuliah saja dulu.
Toh, rezeki sudah ada yang mengatur, manusia tugasnya hanyalah berusaha. Selain
berusaha, kita juga harus berdoa, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Tak
perlu khawatir, dunia ini luas, dunia ini kaya, dan ada Allah yang maha kaya.
Intinya adalah, kita harus bersyukur atas apapun yang sudah kita miliki saat
ini. Kalau kita bersyukur maka akan Allah menambah nikmat-Nya. Bukan hanya
dalam bentuk materi, pun bisa berupa hal-hal indah lainnya.
Aku bukanlah orang ambisius dalam hidupku, aku juga tidak punya
target tertentu. Tapi bukan berarti aku tak punya keinginan, bukan berarti aku
tak punya mimpi, dan bukan berarti aku tak punya cita-cita. Aku hanya ingin
menjalani apa yang ada, tak perlu ambisisus, nikmati saja proses kehidupan.
Kalau aku terlalu ambisius aku takut kemampuanku tak mampu untuk menjangkaunya.
Dan aku sadar seberapa besar kemampuan yang aku miliki.
Kita tak perlu menjadi sempurna, kita tak perlu menjadi seperti
orang lain, dan kita tak perlu menjadi apa yang orang inginkan. Kita hanya
perlu menjadi diri kita sendiri. Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri,
punya cara tersendiri untuk menikmati hidupnya, punya keunikan dan keistimewaan
tersendiri. Percayalah bahwa Allah menciptakan kita bukan tanpa alasan, juga
bukan tanpa tujuan. pasti ada alasan kita ada di dunia ini, pasti ada tujuan
tertentu yang ingin Allah capai dengan menciptakan kita. Jadi, kuncinya adalah
ikhlas, ikhlas, dan ikhlas.
JJJJJ
Komentar
Posting Komentar